Prophetic Pedagogy
Suatu ketika Anas bin Malik mengenang romansa hidup bersama keluarga Rasulullah SAW. Beliau saat Nabi datang ke Madinah diserahkan oleh ibundanya kepada Rasulullah untuk mendampingi keluarga Nabi dan berkhidmat kepadanya, saat itu umur Anas bin Malik sekitar 10 tahun serta berkhidmat kepada Nabi juga sekitar 10 tahun. Anas bin Malik bercerita bahwa selama 10 tahun berkhidmat kepada Nabi tidak pernah Nabi mengatakan ‘jangan’ atau ‘tidak’, pada sesuatu yang tidak diperkenankan Nabi atau tidak diinginkan Nabi. Sahabat Anas bin Malik menceritakan bahwa Nabi selalu mengarahkannya dan ‘tidak melarangnya’.
Kenangan sahabat Anas bin Malik tentang sikap dan respon Rasulullah atas hal yang tidak berkenan dengan cara dan tindakan manis menunjukan praktek pendidikan kenabian dari madrasah nubuwwah atau prophetic pedagogy. Pengalaman sahabat Anas bin Malik 10 tahun berkhidmat kepada Rasulullah menjadikannya sebagai salah seorang sahabat yang meriwayatkan banyak hadits Nabi dengan 2.286 buah hadits. Pergaulannya dengan ring terdekat Nabi menyebabkan banyak hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik menggambarkan sisi paling privasi dan impresif dari pergaulan Nabi.
Banyak hadits hadits Nabi yang bisa diartikulasikan secara lebih ekplisit sebagai praktek terbaik pendidikan kenabian atau propethic pedagogy sehingga bisa di exercise dalam pendidikan saat ini, ditengah tengah praktek pendidikan yang transaksional.
Prophetic pedagogy bisa dianggap istilah yang mengada ngada dalam kacamata ilmu pendidikan yang berkembang saat ini, tetapi jika kita mencoba menelusuri topik ini pada platform semantic scholar, akan ditemukan sebanyak 22 artikel lebih yang membahas tentang prophetic pedagogy. Salah satu artikel yang menurut saya menarik tentang topik ini adalah yang ditulis oleh Muhammad Abdullah berjudul A Prophetic Pedagogical Framework for Islamic School. Penulis mengidentifikasi sejumlah hadits yang mengandung inspirasi tentang pendidikan kemudian ia rumuskan menjadi konsep yang lebih eksplisit dan artikulatif yang dijadikan variabel untuk penelitian tentang kerangka kerja pendidikan kenabian bagi sekolah Islam di Australia. Prophetic pedagogy dalam pandangan Muhammad Abdullah dapat disandingkan dengan productive pedagogy untuk menjadikan sekolah Islam lebih kompetitif.
Hemat saya ada tiga prinsip utama prophetic pedagogy yang bisa menjadi refreshible values pada pendidikan Islam yaitu: prinsip ruhama, prinsip yang menekankan kasih sayang sebagai dasar mendidik. Jika prinsip ini dipraktekan maka akan terjadi intellectual closeness pada interaksi guru dan murid dalam proses pembelajaran, intellectual closeness digambarkan sebagai keterbukaan pikiran murid dan guru dalam mengembangkan pemahaman suatu informasi tanpa hambatan, rasa sungkan dan barrier pembelajaran lainnya, guru menyampaikan ilmu dengan ilustrasi yang difahami murid, sebaliknya murid membangun jembatan pemahaman sesuai dengan keinginan gurunya. Prinsip ruhama juga bisa melahirkan emotional closeness, suatu gambaran tentang menyatunya emosional guru yang dapat melahirkan sikap peduli (caring), empati, termotivasi, spirit dan etos berprestasi yang tinggi baik pada murid maupun gurunya. Kasus kasus tindakan kekerasan verbal baik oleh guru dan murid didalam proses pembelajaran kemungkinan disebabkan adanya emotional gap antara guru dan murid yang melahirkan sikap resistensi antara kedua pihak dalam interaksi pembelajaran. Prinsip ruhama juga bisa melahirkan spiritual closeness yang digambarkan sebagai suasana pembelajaran yang membawa pada pengalaman ruhaniah diantara keduanya, murid dan guru meyakini adanya nilai nilai keberkahan sebagai nilai yang implisit yang dapat dinikmati suatu saat nanti dari pembelajaran, hal ini berbeda jika pembelajaran dilaksanakan dalam konteks transaksional yang ukuran instannya adalah instructional effect, seperti bisa menyelesaikan soal dan sebagainya.
Prinsip kedua dari prophetic pedagogy yaitu al-adalah. Prinsip ini menggambarkan sikap proporsional dalam segalah hal, mengambil jalan tengah sebagai jalan kebenaran, tidak melampaui batas sehingga melakukan yang seharusnya tidak dilakukan (ifrath), dan tidak mengabaikan sesuatu yang semestinya dilakukan (tafrith). Dalam pendidikan prinsip ini melahirkan harmoni dalam interaksi pembelajaran. Guru melaksanakan pembelajaran dengan merawat balances diantara dua kutub yang berlawanan; layanan individu vs kelompok, layanan anak pintar vs anak tertinggal, ujungnya proses pendidikan dan pembelajaran berlangsung secara inklusif. Prinsip al-adalah dalam pendidikan melahirkan sikap objektif, mengedepankan kebenaran dalam setiap interaksi, melahirkan sikap otentik dimana sangat dihindari interaksi yang tidak jujur, penuh drama dan kamuflase, serta melahirkan sikap akuntabel, penuh rasa tanggung jawab diantara stakeholder pembelajaran.
Prinsip ke tiga dari prophetic pedagogy adalah prinsip al-ihsan, tidak ada dalam pendidikan dan pembelajaran kecuali pertunjukan dan parade kebaikan yang dilakukan guru kepada murid, murid kepada guru dan diantara sesama pelaku pendidikan. Prinsip al-ihsan akan melihat bahwa selalu ada kebaikan dalam setiap peristiwa, sebab tidak ada yang paling dirindukan oleh setiap orang dalam hidupnya selain melakukan kebaikan atau memperoleh kebaikan. Keburukan adalah jalan terpaksa yang ditempuh orang, bukan karena ia suka, tetapi karena tidak ada orang baik yang memberinya ruang dan kesempatan.
Bagi penghayat pendidikan, prophetic pedagogy adalah thariqoh yang ditempuh para nabi dan orang budiman yang telah membawanya menjadi pelaku dan inisiator perubahan. Seorang Paulo Freire dengan gagasannya tentang pendidikan kaum tertindas, Bunda Theresa, Nelson Mandela, Malcom x, Gandhi serta tokoh tokoh lain yang mengedepankan nilai nilai prophetic telah membawa perubahan besar bagi bangsanya. Prophetic pedagogy pada prinsipnya adalah pendidikan humanistic, yang melihat manusia sebagai makhluk kasih sayang sehingga pedagogi yang tepat untuk menjadikannya manusia sejati adalah pedagogy of love yang dipraktekan di sekolah sekolah dan kelas atau di jembatan jembatan pendidikan manusia lainnya.
Senin, 4 November 2024
Al Faqir,
Muslihudin