Religious Digital Parenting

Religious Digital Parenting

Religious digital parenting pengasuhan digital yang religious. Dengan kata lain konsep mengasuh keagamaan anak melalui akses digital atau melalui pemanfaatan teknologi informasi. Pembahasan ini melanjutkan yang pernah saya ulas ketika berbicara tentang digital native. Tentu saja ini pembahasan baru, terutama tentang cara mengembangkan praktek pengasuhan keagamaan anak oleh orang tua di era digital.

Religious digital parenting memadukan 2 konsep yang berbeda yaitu; religious parenting (pengasuhan keagamaan) dan digital parenting (pengasuhan digital). Salah satu buku religious parenting yang pernah saya baca adalah karya Cristian Smith dkk terbit 2020 berjudul Religious Parenting. Tentu saja buku ini berlatar belakang Amerika dengan pengalaman keagamaan kristiani. Namun demikian poin penting dari buku ini adalah dinamika tentang mentransmisikan nilai nilai keimanan serta nilai nilai keagamaan di tengah masyarakat Amerika yang demokratis, modern dan sekuler. Salah satu yang layak disoroti dari buku ini adalah pentingnya orang tua dalam mengembangkan pengasuhan keagamaan anak. Penulis menggaris bawahi bahwa kualitas keberagamaan orang tua berpengaruh besar terhadap kualitas keberagaam anak anak dan remaja di Amerika. Mereka menekankan pentingnya transmisi keagamaan antar generasi di tengah tengah konstelasi budaya yang ada. Orang tua bertanggungjawab untuk mempersiapkan anaknya memahami tujuan hidup (the purpose of life) dan kesadaran bahwa hidup adalah perjalanan (life as journey), pada dua aspek itu keimanan dan nilai nilai agama menjadikan perjalanan bertujuan dan bernilai. Untuk itu orang tua harus memahami betul tiga poin penting yaitu; sifat alamiah anak, tugas tugas pengasuhan, nilai nilai kebenaran agama.

Adapun konsep digital parenting yang pernah saya fahami adalah Parenting for Digital Future karya Sonia Livingstone diterbitkan tahun 2020. Isinya tentang harapan dan kekhawatiran perkembangan technologi dalam membentuk dan menggiring kehidupan anak. Prinsip utama dalam pengasuhan digital (digital parenting) adalah merangkul (embrace), menyeimbangkan (balance) dan melawan (resist). Merangkul artinya orang tua memilih dan menentukan teknologi digital untuk anak anak mereka yang bisa memudahkan mereka menciptakan kualitas keluarga, meningkatkan keterampilan berharga serta merawat identitas. Menyeimbangkan artinya orangtua mencoba melindungi nilai nilai, menimbang peluang dan resiko pada pemilihan moda digital untuk keluarga dan anak anaknya. Melawan artinya orang tua membendung dan menjauhkan serbuan teknologi digital yang bisa memberi ekses bagi kehidupan keluarga.

Visi Keagamaan Keluarga

Visi keagamaan keluarga bisa diartikan sebagai pandangan yang dimiliki oleh sebuah keluarga tentang beragama; pengetahuan agama, praktek agama, sikap beragama dan pengalaman keagamaan. Visi kegamaan orang tua berpengaruh terhadap visi pengasuhan agama anak. Sebagai mana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam dunia modern, sekuler serta demokratis ala Amerika sekalipun poin utama pengasuhan agama anak dipengaruhi keberagamaan orang tua. Keberagamaan anak adalah artikulasi dari keberagamaan orang tua. Dalam bahasa yang sederhana jika kita ingin anak soleh, maka orangtuanya memang harus soleh dulu.

Connected Parenting
Pengasuhan tentu kewajiban setiap orang tua. Sejatinya pengasuhan yang dilaksanakan selma 24 jam setiap hari bersifat otentik, kontak fisik dengan seorang anak menjadi aspek utama dalam parenting. Namun demikian saat dunia digital menjadi realitas yang tidak bisa di tolak, maka memanfaatkan moda digital ini dalam pengasuhan menjadi cara baru tanpa mengurangi kualitas dan intensitas interaksi orang tua dengan anak. Pengasuhan di era digital bisa dilaksanakan dengan model connected parenting. Model ini diperkenalkan pertama kali oleh Jai Mackenzie dalam bukunya Connected Parenting yang diterbitkan tahun 2023. Konsep ini menggambarkan adanya sekelompok orang tua yang terhubung satu sama lain dengan menggunakan platform tertentu untuk berbagi informasi, cara, tehnik, dan perasaan mereka satu sama lain dalam aktifitas pengangasuhan. Connected parenting terdiri dari 3 aspek meliputi; collective connection, hubungan bersama dalam satu platform; epistemic connection, yaitu jalinan kesamaan visi, keyakinan, pengetahuan, nilai nilai dan cara pandang; affective connection yaitu jalinan emosional positif dengan sesama, yang dibangun secara sadar didasarkan kesamaan pengalaman, keinginan, nilai nilai, yang dapat diartikulasikan dengan respon emosional.

Connected parenting dapat dilakukan diantara keluarga inti misalnya bapak, ibu, anak untuk berbagi perasaan, saling mengingatkan, saling emotivasi, berbagi pengalaman dengan menggunakan platform tertentu baik terjaga privasinya (seperti grup whtasapp) maupun yang terbuka seperti facebook. Connected parenting juga bisa dilaksanakan oleh sesama orangtua wali dengan anak anaknya, guru dengan muridnya untuk saling berbagi pengalaman, perasaan emosional positif, mengingatkan nilai nilai, berbagi solusi, dan saling memotivasi.

Dengan demikian religious digital parenting pada prinsipnya adalah bagaimana kita memaksimalkan platform digital sebagai jembatan bersama untuk meningkatkan keberagamaan anak; pengetahuan agama anak, sikap dan pengalaman agama anak, motivasi beragama snak dan pengalaman agama anak. Baik dalam keluarga maupun dalam komunitas guru murid serta orang tua wali.

Religious digital parenting harus dimulai dari visi keberagamaan komunitas serta jalinan emosional yang didasarkan atas keinginan terbentuknya keberagamaan pada anak sesuai dengan tingkat perkembangan usianya.

1 November 2024
Al Faqir,

Muslihudin

Scroll to Top
×

Assalamu'alaikum!

Selamat bergabung Para Pejuang di Cyber Islamic University (UINSSC), silahkan hubungi kami lewat WhatsApp

×